HUKUM PERJANJIAN
A. Standar Kontrak
Istilah perjanjian berasal dari terjemahan bahasa inggris yaitu standart contract.
Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam
bentuk formulir (mariam badrulzaman) . Kontrak ini telah di tentukan secara
sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak yang ekonomi kuat terhadap
ekonomi yang lemah.
Menurut Mariam Darus, standar
dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
- Kontrak standar umum, artinya kontrak yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur dan di sodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Suatu kontrak harus berisi:
- Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
- Subjek dan jangka waktu kontrak.
- Lingkup kontrak.
- Dasar-dasar pelaksanaan kontrak.
- Kewajiban dan tanggung-jawab
- Pembatalan kontrak
Adapun Macam –macam perjanjian
adalah sebagai berikut :
- Perjanjian jual-beli
- Perjanjian tukar – menukar
- Perjanjian sewa-menyewa
- Perjanjian persekutuan
- Perjanjian perkumpulan
- Perjanjian hibah
- Perjanjian penitipan barang
- Perjanjian pinajm-pakai
- Perjanjian pinjam-meminjam
- Perjanjian untung – untungan
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat, yaitu sebagai berikut:
- Sepakat mereka yang mengikat dirinya, Maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seiya sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan kebebasan, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada ganguan.
- Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, maksudnya berarti memiliki kewenangan untuk membuat perjanjian atau mengadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
- Suatu hal tertentu yang merupakan pokok perjanjian, syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHP perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunya suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
- Suatu sebab yang halal, yang merupakan tujuan antara kedua belah pihak yang mempunyai untuk mencapainya.
Demikian menurut pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, dimana dua syarat yang pertama dinamakan syarat
subjektif karena mengenai orang-orang nya yang mengadakan perjanjian, sedangkan
dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai
perjanjiannya sendiri dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.Dalam pasal 1330 KUHP perdata
disebutjan beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :
- Orang – orang yang belum dewasa.
- Mereka yang berada di bawah pengampunan.
- Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
Dari sudut keadilan, oran yang
mengadakan perjanjian nantinya akan terikat oleh perjanjian itu dan mempunyai
kemampuan untuk menyadari akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perjanjian
tersebut. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum , seseorang yang membuat suatu
perjanjian berarti mempertaruhkan kekayaan nya, orang tersebut harus seorang
yang bersungguh-sungguh berhak bebas dengan harta kekayaannnya.
D. Saat lahirnya perjanjian
Menurut azas konsensualitas,
suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan
antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi
objek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara
kedua belah pihak, apa yang di kehendaki oleh pihak yang satu adalah juga dikendekali oleh pihak yang
lainnya . meskipun tidak sejurusan tetapi secara bertimbal balik kedua belah
pihak bertemu satu sama lain.
Suatu perjanjian dilahirkan pada
detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya
suatu penawaran (offerte) dan penawaran itu diterima oleh orang lain secara
tertulis artinya orang lain ini menulis surat bahwa ia menerima penawaran itu,
pada dimanakah lahirnya perjanjian.
Menurut ajaran yang lazim dianut
sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang
melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaksud dalam surat
tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai lahirnya sepakat. Perjanjian
yang sudah dilahirkan tidak dapat ditarik kembali jika tidak seizin pihak
lawan. Saat lahirnya perjanjian adalah hal yang penting untuk diketahui dan di
tetapkan, berhubungan ada kalanya terjadi suatu perubahan Undang-Undang atau
peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam
pelaksanaan nya ataupun perlu untuk menetapkan beralihnya resiko dalam jual
beli.
Tempat tinggal pihak yang
mengadakan penawaran itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya
perjanjian. Tempat ini pun penting untuk menetapkan hukum manakah yang berlaku
, yaitu apabila kedua belah pihak berada ditempat yang berlainan di dalam negri
untuk menetapkan adat kebiasaan dari tempat atau daerah manakah yang berlaku.
Ada beberapa teori yang bisa
digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
- Teori pernyataan (uithings theorie) Kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran yang telah ditulis surat jawaban penerima. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
- Teori pengiriman (verzending theori) Saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak, tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
- Teori pengetahuan ( vernemings theorie) Saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh yang menawarkan.
- Teori penerimaan (ontvang theorie) Saat lahirnya kontrak adalah pada saat di terimanya jawaban tidak perduli apakah surat ersebut dibuka atau tidak dibuka, yang terpenting adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itula yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Jadi menetapkan waktu kapan saat
lahirnya perjanjian mempunyai arti penting untuk hal-hal seperti :
- Kesempatan penarikan kembali penawaran.
- Penentu resiko.
- Saat mulai di hitungnya jangka waktu kadaluarsa.
- Menetukan tempat terjadinya perjanjian.
v
Pembatalan suatu perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya
perjanjian telah diterangkan bahwa apabila suatu syarat objektif tidak
terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum. Apabila pada waktu
pembuatan perjanjian ada kekurangan mengenai kekurangan syarat subjektif maka
perjanjian itu bukan batal demi hukum
tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak. Persetujuan
pembatalan dari kedua belah pihak yang merupakan sepakat harus diberikan secara
bebas dari paksaan, kekhilafan, dan penipuan.
- Pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa (psikis) jadi bukan paksaa badan atau fisik.
- Kekhilafan atau kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang di perjanjikan tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian atau mengenai dengan siapa diadakannya perjanjian tersebut.
- Penipuan terjadi apabila salah satu pihak denga sengaja memberikan keterangan yang palsu disertai dengan akal-akalan untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinannya.
Pembatalan dapat dilakukan dengan
tiga syarat yaitu sebagai berikut:
- Perjanjian harus bersifat timbal balik (bilateral)
- Harus adanya wanprestasi
- Harus dengan keputusan hakim
Perjanjian yang dibatalkan oleh
salah satu pihak biasanya terjadi karena adanya :
- Adanya suatu pelanggaran yang tidak bisa di perbaiki dalam jangka waktu yang telah di tentukan
- Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihka kedua mengalami kebangkrutan.
- Terkait resolusi atau perintah pengadilan .
- Terlibat hukum.
- Tidak lagi memiliki lisensi , kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
Apabila siberhutang (debitur)
tidak dapat melakukan apa yang dijanjikan maka dikatakan bahwa ia melakukan
wanprestasi atau ingkar janji yaitu melakukan sesuatu yang tidak boleh
dilakukannya. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
- Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Adapun hukuman dari akibat
wanprestasi debitur ada empat macam:
- Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau ganti rugi
- Pembatalan perjanjian atau dinamakan “pemecahan” perjanjian.
- Peralihan resiko.
- Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan dimuka hakim.
Maka sebagai kesimpulan bahwa
kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berikut:
- Pemenuhan perjanjian.
- Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
- Ganti rugi saja.
- Pembatalan perjanjian.
- Pembatalan serta ganti rugi.
v
Pelaksanaan perjanjian
Suatu perjanjian adalah peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu. Dimana
perjanjian dibagi menjadi tiga macam yaitu:
- Perjanjian untuk memberikan menyerahkan barang.
- Perjanjian untuk berbuat sesuatu.
- Perjanjian untuk tidak melakukan sesuatu.
Pelaksanaan perjanjian adalah
realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh
pihak-pihak agar perjanjian dapat tercapai. Pelaksanaan pada dasarnya
menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama dalam
perjanjian.
- Pembayaran
Pembayaran
merupakan pemberian sejumlah uang kepada pemilik barang, agar hak milik atas
barang tersebut dapat beralih tangan. Adapun syarat pembayaran sebagai berikut:
a.
Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya
adalah yang menjadi pihak dalam perjanjian .
b.
Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah
uang.
c.
Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam
perjanjian.
d.
Media pembayaran yang digunakan.
e.
Biaya penyelengaraan pembayaran.
- Penyerahan barang
Lavering atau
transfer ownership adalah penyerahan barang oleh pemilik atau atas namanya
kepada orang lain , sehingga orang tersebut dapat memperoleh hak milik atas
barang tersebut. Syarat-syarat penyerahan barang adalah sebagai berikut:
a.
Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan.
b.
Harus ada alas hak (title ), dalam hal ini
sering digunakan dua teori yaitu kausal dan abstrak.
c.
Dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai
benda.
d.
Penyerahan harus nyata.
sumber data :
- NELTJE F. KATUUK,ASPEK HUKUM DALAM BISNIS,UNIVERSITAS GUNADARMA
- lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/.../Hukum+Perjanjian.pdf
- www.academia.edu/8640235/HUKUM_PERJANJIAN
0 komentar:
Posting Komentar