Minggu, 12 April 2015

HUKUM PERJANJIAN

HUKUM PERJANJIAN

 A.     Standar Kontrak
Istilah perjanjian berasal  dari terjemahan  bahasa inggris yaitu standart contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (mariam badrulzaman) . Kontrak ini telah di tentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak yang ekonomi kuat terhadap ekonomi yang lemah.
Menurut Mariam Darus, standar dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
  •  Kontrak standar umum, artinya kontrak yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur dan di sodorkan kepada debitur.
  •  Kontrak standar  khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

Suatu kontrak harus berisi:
  • Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
  •  Subjek dan jangka waktu kontrak.
  •  Lingkup kontrak.
  • Dasar-dasar pelaksanaan kontrak.
  • Kewajiban dan tanggung-jawab
  • Pembatalan kontrak

 B.  Macam-macam perjanjian
Adapun Macam –macam perjanjian adalah sebagai berikut :
  •  Perjanjian jual-beli
  •  Perjanjian tukar – menukar
  • Perjanjian sewa-menyewa
  • Perjanjian persekutuan
  • Perjanjian perkumpulan
  • Perjanjian hibah
  •  Perjanjian penitipan barang
  • Perjanjian pinajm-pakai
  • Perjanjian pinjam-meminjam
  • Perjanjian untung – untungan


 C.  Syarat sahnya perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu sebagai berikut:
  •  Sepakat mereka yang mengikat dirinya, Maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seiya  sekata mengenai segala  sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan kebebasan, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada ganguan.
  • Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, maksudnya  berarti memiliki kewenangan untuk membuat perjanjian atau mengadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
  • Suatu hal tertentu yang merupakan pokok perjanjian, syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHP perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunya suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
  •  Suatu sebab yang halal, yang merupakan tujuan antara kedua belah pihak yang mempunyai untuk mencapainya.

Demikian menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana dua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif karena mengenai orang-orang nya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.Dalam pasal 1330 KUHP perdata disebutjan beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :
  •  Orang – orang yang belum dewasa.
  • Mereka yang berada di bawah pengampunan.
  •  Orang-orang perempuan dalam hal-hal  yang ditetapkan undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.

Dari sudut keadilan, oran yang mengadakan perjanjian nantinya akan terikat oleh perjanjian itu dan mempunyai kemampuan untuk menyadari akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perjanjian tersebut. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum , seseorang yang membuat suatu perjanjian berarti mempertaruhkan kekayaan nya, orang tersebut harus seorang yang bersungguh-sungguh berhak bebas dengan harta kekayaannnya.

D. Saat lahirnya perjanjian
Menurut azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara kedua belah pihak, apa yang di kehendaki oleh pihak yang satu  adalah juga dikendekali oleh pihak yang lainnya . meskipun tidak sejurusan tetapi secara bertimbal balik kedua belah pihak bertemu satu sama lain.
Suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte) dan penawaran itu diterima oleh orang lain secara tertulis artinya orang lain ini menulis surat bahwa ia menerima penawaran itu, pada dimanakah lahirnya perjanjian.

Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaksud dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai lahirnya sepakat. Perjanjian yang sudah dilahirkan tidak dapat ditarik kembali jika tidak seizin pihak lawan. Saat lahirnya perjanjian adalah hal yang penting untuk diketahui dan di tetapkan, berhubungan ada kalanya terjadi suatu perubahan Undang-Undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaan nya ataupun perlu untuk menetapkan beralihnya resiko dalam jual beli.

Tempat tinggal pihak yang mengadakan penawaran itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat ini pun penting untuk menetapkan hukum manakah yang berlaku , yaitu apabila kedua belah pihak berada ditempat yang berlainan di dalam negri untuk menetapkan adat kebiasaan dari tempat atau daerah manakah yang berlaku.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
  • Teori pernyataan (uithings theorie) Kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran yang telah ditulis surat jawaban penerima. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
  •  Teori pengiriman  (verzending theori) Saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak, tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
  •  Teori pengetahuan ( vernemings theorie) Saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh yang menawarkan.
  • Teori penerimaan (ontvang theorie) Saat lahirnya kontrak adalah pada saat di terimanya jawaban tidak perduli apakah surat ersebut dibuka atau tidak dibuka, yang terpenting adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itula yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

Jadi menetapkan waktu kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting untuk hal-hal seperti :
  •  Kesempatan penarikan kembali penawaran.
  • Penentu resiko.
  • Saat mulai di hitungnya jangka waktu kadaluarsa.
  • Menetukan tempat terjadinya perjanjian.

 E. Pembatalan dan pelaksaan suatu perjanjian
v  Pembatalan suatu perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya perjanjian telah diterangkan bahwa apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum. Apabila pada waktu pembuatan perjanjian ada kekurangan mengenai kekurangan syarat subjektif maka perjanjian itu bukan  batal demi hukum tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak. Persetujuan pembatalan dari kedua belah pihak yang merupakan sepakat harus diberikan secara bebas dari paksaan, kekhilafan, dan penipuan.
  • Pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa (psikis) jadi bukan paksaa badan atau fisik.
  • Kekhilafan atau kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang di perjanjikan tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian atau mengenai dengan siapa diadakannya perjanjian tersebut.
  • Penipuan terjadi apabila salah satu pihak denga sengaja memberikan keterangan yang palsu disertai dengan akal-akalan untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinannya.

Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yaitu sebagai berikut:
  • Perjanjian harus bersifat timbal balik (bilateral)
  • Harus adanya wanprestasi
  • Harus dengan keputusan hakim

Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena adanya :
  • Adanya suatu pelanggaran yang tidak bisa di perbaiki dalam jangka waktu yang telah di tentukan
  •  Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihka kedua mengalami kebangkrutan.
  • Terkait resolusi atau perintah pengadilan .
  • Terlibat hukum.
  • Tidak lagi memiliki lisensi , kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.

Apabila siberhutang (debitur) tidak dapat melakukan apa yang dijanjikan maka dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi atau ingkar janji yaitu melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu:
  • Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
  •  Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
  • Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
  • Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Adapun hukuman dari akibat wanprestasi debitur ada empat macam:
  •  Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau ganti rugi
  • Pembatalan perjanjian atau dinamakan “pemecahan” perjanjian.
  •  Peralihan resiko.
  • Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan dimuka hakim.

Maka sebagai kesimpulan bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berikut:
  •  Pemenuhan perjanjian.
  • Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
  • Ganti rugi saja.
  • Pembatalan perjanjian.
  • Pembatalan serta ganti rugi.


v  Pelaksanaan perjanjian
Suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu. Dimana perjanjian dibagi menjadi tiga macam yaitu:
  • Perjanjian untuk memberikan menyerahkan barang.
  • Perjanjian untuk berbuat sesuatu.
  • Perjanjian untuk tidak melakukan sesuatu.

Pelaksanaan perjanjian adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak agar perjanjian dapat tercapai. Pelaksanaan pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama dalam perjanjian.
  • Pembayaran

Pembayaran merupakan pemberian sejumlah uang kepada pemilik barang, agar hak milik atas barang tersebut dapat beralih tangan. Adapun syarat pembayaran sebagai berikut:
a.       Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah yang menjadi pihak dalam perjanjian .
b.      Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang.
c.       Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian.
d.      Media pembayaran yang digunakan.
e.      Biaya penyelengaraan pembayaran.

  • Penyerahan barang

Lavering atau transfer ownership adalah penyerahan barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain , sehingga orang tersebut dapat memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat-syarat penyerahan barang adalah sebagai berikut:
a.       Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan.
b.      Harus ada alas hak (title ), dalam hal ini sering digunakan dua teori yaitu kausal dan abstrak.
c.       Dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda.
d.      Penyerahan harus nyata.




sumber data : 
  • NELTJE F. KATUUK,ASPEK HUKUM DALAM BISNIS,UNIVERSITAS GUNADARMA
  • lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/.../Hukum+Perjanjian.pdf
  • www.academia.edu/8640235/HUKUM_PERJANJIAN