PERSEDIAAN
A. PENGERTIAN
Istilah persediaan ( Inventory ) adalah suatu istilah
umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya – sumber daya organisasi
yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan
akan sumber daya mungkin internal ataupun eksternal. Ini meliputi persediaan
bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan
pembantu atau pelengkap, dan komponen lain yang menjadi keluaran produk
perusahaan (Handoko, 1997, hal: 333).
Sedangkan
menurut Herjanto (1999, hal: 219) Persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk
proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang
dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan
pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang.
Setiap
perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan hidup
usahanya. Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang yang
diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan
haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan optimum yang dapat
menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu
yang tepat dengan biaya yang serendah-rendahnya. Untuk mengatur tersedianya
suatu tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengawasan
persediaan. Tujuan dari pengawasan persediaan ini adalah (Assauri, 1998):
a.
Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan
yang mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
b.
Menjaga agar pembentukan persediaan
tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang timbul oleh persediaan
tidak terlalu besar.
c.
Menjaga agar pembelian secara
kecil-kecilan dapat dihindari karena mengakibatkan meningkatnya biaya
pemesanan.
B. Jenis persediaan
Persediaan
dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan
pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998):
a. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)
Merupakan persediaan dari
barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh
dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari supplier yang menghasilkan
barang tersebut.
b. Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts)
Merupakan persediaan barang-barang
yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang secara
langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
c. Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock)
Merupakan persediaan barang-barang
yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran produksi,
tetapi tidak merupakan bagian dari barang jadi.
d. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in Process)
Merupakan barang-barang yang belum
berupa barang jadi, akan tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi
barang jadi.
e. Persediaan Barang Jadi (Finished Good)
Merupakan barang-barang yang selesai
diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor,
pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan.
C.
Fungsi
– fungsi Persediaan
Efesiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan
karena berbagai fungsi penting persediaan. Pertama, harus diingat bahwa
persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada berbagai tahap proses
transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian barang
jadi. Fungsi – fungsi dari persediaan antara lain:
1. Fungsi “ Decoupling “
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi –
operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan. Persediaan “
decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi langganan tanpa terganggu
supplier.
Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan
sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu
pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen –
departemen dan proses – proses individual perusahaan terjaga kebebasannya.
Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak
pasti dari para langganan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation
stock.
2.
Fungsi “Economic Lot Sizing”
Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi
dan membeli sumber daya – sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi
biaya per unit. Persediaan “Lot Size” ini perlu mempertimbangkan penghematan
dalam hal pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah karena perusahaan
melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya
– biaya yang timbul karena besarnya persediaan ( biaya sewa gedung, investasi,
resiko dan sebagainya ).
3.
Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data – data masa lalu,
yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan
musiman.
Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi
ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang selama
periode permintaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra
yang sering disebut persediaan pengaman. Pada kenyataannya, persediaan pengaman
merupakan pelengkap fungsi “ decoupling “ yang telah diuraikan diatas.
Persediaan antisipasi ini penting agar kelancaran proses produksi tidak
terganggu.
D.
Hal – Hal Yang Perlu Dipertimbangkan
1. Struktur biaya persediaan.
a. Biaya per unit (item cost)
b. Biaya penyiapan pemesanan (ordering
cost)
-
Biaya pembuatan perintah pembelian (purchasing
order)
-
Biaya pengiriman pemesanan
-
Biaya transportasi
-
Biaya penerimaan (Receiving cost)
- Jika diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set
up cost): surat menyurat dan biaya untuk menyiapkan perlengkapan dan
peralatan.
c.
Biaya pengelolaan persediaan (Carrying
cost)
- Biaya yang dinyatakan dan dihitung
sebesar peluang yang hilang apabila nilai persediaan digunakan untuk investasi
(Cost of capital).
- Biaya yang meliputi biaya gudang,
asuransi, dan pajak (Cost of storage). Biaya ini berubah sesuai dengan
nilai persediaan.
d. Biaya resiko kerusakan dan
kehilangan (Cost of obsolescence, deterioration and loss).
e. Biaya akibat kehabisan persediaan
(Stockout cost)
2.
Penentuan berapa besar dan kapan
pemesanan harus dilakukan.
METODA MANAJEMEN PERSEDIAAN
Metode yang digunakan dalam pengelolaan persediaan adalah
seperti yang tercantum dibawah ini. Namun yang menjadi pembahasan dalam makalah
ini adalah metode Economic Order Quantity ( EOQ ) dan Analisis ABC.
1.
METODA EOQ (ECONOMIC ORDER
QUANTITY)
2.
METODA SISTEM PEMERIKSAAN TERUS
MENERUS (CONTINUOUS REVIEW SYSTEM)
3.
METODA SISTEM PEMERIKSAAN PERIODIK (PERIODIC
REVIEW SYSTEM)
4.
METODA HYBRID
5.
METODA ABC
1. METODA EOQ (ECONOMIC ORDER QUANTITY)
Metoda
Economic Order Quantity (EOQ) adalah metoda yang dapat dipergunakan baik untuk
barang – barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Model EOQ adalah
nama yang biasa digunakan untuk barang – barang yang dibeli, sedangkan ELS (
Economic Lot Size ) digunakan untuk barang – barang yang diproduksi secara
internal. Perbedaan pokoknya adalah bahwa, untuk ELS, biaya pemesanan (
ordering cost ) meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikrimkan ke pabrik dan
biaya penyiapan mesin – mesin ( setup cost ) yang diperlukan untuk mengerjakan
pesanan.
Model
EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang
meminimumkan biaya langsung penyimpanann persediaan dan biaya
kebalikannya ( inverse cost ) pemesanan persediaan. Gambar dibawah menunjukkan
hubungan antara biaya penyimpanan dan biaya pemesanan dalam bentuk grafik.
Model manajemen persediaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ø EOQ ( Economic Order Quantity )
Ø ELS ( Economic Lot Size )
Hal-hal yang perlu diperhatikan
sebelum menghitung EOQ:
D
: Besar
laju permintaan (demand rate) dalam unit per tahun.
S :
Biaya setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per pesanan
C
: Biaya per unit dalam rupiah per unit
i
: Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah persentase
terhadap nilai persediaan /tahun.
Q
: Ukuran paket pesanan (lot size) dalam unit
TC :
Biaya total persediaan dalam rupiah per tahun.
v Biaya pemesanan per tahun (Ordering
cost):
OC = S (D/Q)
v Biaya pengelolaan persediaan per
tahun (Carrying cost)
CC = ic (Q/2)
v Maka, total biaya persediaan:
TC = S (D/Q) + ic (Q/2)
Model EOQ di atas dapat diterapkan
bila anggapan – anggapan berikut ini dipenuhi:
Ø Permintaan
akan produk konstan, seragam, dan diketahui (deterministik)
Ø Harga/unit
produk konstan
Ø Biaya
simpan/unit/th konstan
Ø Biaya
pesan/order konstan
Ø Wakttu
antara pesanan dilakukan dan barang diterima (lead time/L) konstan
Ø Tidak
terjadi kekurangan barang/back order
2. METODA
ABC / ANALISIS ABC
Analisis ABC membagi persediaan yang ada ke dalam tiga
kelompok berdasarkan volume tahunan dalam jumlah uang. Analisis ABC merupakan
penerapan persediaan dari Prinsip Pareto. Prinsip Pareto menyatakan bahwa ada
"beberapa yang penting dan banyak yang sepele". Pemikiran yang
mendasari prinsip ini adalah bagaimana memfokuskan sumber daya pada bagian
persediaan penting yang sedikit itu dan bukan pada bagian persediaan yang
banyak namun sepele.
Untuk menentukan nilai uang tahunan dari volume dalam
analisis ABC, dilakukan pengukuran permintaan tahunan dari setiap butir
persediaan dikalikan dengan biaya per unit. Butir persediaan kelas A adalah
persediaan-persediaan yang jumlah nilai uang per tahunnya tinggi. Butir-butir
persediaan semacam ini mungkin hanya mewakili sekitar 15% dari butir-butir
persediaan total, tetapi mewakili 70% sampai 80% dari total biaya persediaan.
Butir persediaan kelas B adalah butir-butir persediaan yang volume tahunannya
(dalam nilai uang) sedang. Butir-butir persediaan ini mungkin hanya mewakili
30% dari keseluruhan persediaan dan 15% sampai 25% dari nilainya. Butir - butir
persediaan yang volume tahunannya kecil, dinamakan kelas C, yang mewakili hanya
5% dari keseluruhan volume tahunan tetapi sekitar 55% dari keseluruhan
persediaan.
Kriteria selain volume tahunan dalam nilai uang dapat
menentukan klasifikasi butir persediaan. Misalnya, perubahan teknis yang
diantisipasi, masalah-masalah pengiriman, masalah-masalah mutu, atau biaya per
unit yang tinggi dapat membawa butir persediaan yang menaik ke dalam
klasifikasi yang lebih tinggi. Keuntungan pembagian butir-butir persediaan ke
dalam kelas-kelas memungkinkan ditetapkannya kebijakan dan pengendalian untuk
setiap kelas yang ada. Kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC
sebagai berikut:
1. Perkembangan sumber daya pembelian yang dibayarkan kepada
pemasok harus
lebih tinggi untuk butir persediaan A dibandingkan butir persediaan C.
lebih tinggi untuk butir persediaan A dibandingkan butir persediaan C.
2. Butir persediaan A, berlainan dengan butir persediaan B dan
C. harus dikendalikan secara lebih ketat; mungkin karena butir persediaan A ini
ditempatkan di wilayah yang lebih tertutup dan mungkin karena keakuratan
catatan persediaannya harus lebih sering diverifikasi.
3. Meramalkan butir persediaan A mungkin harus lebih
berhati-hati daripada
meramalkan butir (kelas) persediaan yang lain.
meramalkan butir (kelas) persediaan yang lain.
4. Peramalan yang lebih baik, pengendalian fisik, keandalan
pemasok, dan
pengurangan besar stok pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis ABC.
pengurangan besar stok pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis ABC.
CONTOH KASUS
v Model
Economic Order Quantity
1)
Contoh Kasus 1
Diketahui
sebuah perusahaan memiliki kebutuhan bahan baku sebesar 10.000 unit per tahun.
Biaya pemesanan untuk pengadaan bahan tersebut adalah sebesar Rp 150,-/order.
Biaya simpan yang terjadi sebesar Rp 0,75/u/tahun. Hari kerja per tahun adalah
350 hari. Waktu tunggu (lead time) untuk pengiriman bahan tersebut selama 10
hari
Pertanyaan:
ú Hitunglah
EOQ
ú Berapa
total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengadaan bahan tersebut
ú Berapa
kali perusahaan melakukan pemesanan dalam 1 tahun
ú Berapa
lama EOQ akan habis dikonsumsi perusahaan
ú Tentukan
reorder point (titik pemesanan kembali)
ú Bagan
persediaan perusahaan
- Jawab
- EOQ = 2x150x10.000 = 2000 unit
0.75
- TC = HxQ/2 + S.D/Q = (0.75 x 2000/2) + (150 x 10000/2000)
= Rp 750,- + Rp 750,- = Rp 1500,-
- Jumlah pemesanan/th = D/Q
= 10000/2000 = 5 kali
- Durasi habisnya EOQ = 350/5 = 70 hari
- Reorder point = L. D/hari kerja setahun
= 10 x (10000/350) = 285. 7 hari
2)
Contoh Kasus 2
Suatu
perusahaan memiliki kebutuhan material sebesar 100.000 unit per tahun. Biaya
pesan $35/order. Biaya simpan sebesar 20% dari harga beli material. Pihak supplier
menawarkan suatu penawaran khusus untuk pengadaan material tersebut dalam
bentuk harga potongan. Adapun syaratnya adalah sbb:
Kuantitas pembelian
Harga
4000 – 7999
unit
$1.80
Lebih dari 8000
unit
$1.70
Pertanyaan:
Di unit berapakah sebaiknya perusahaan melakukan pembelian.
- Kuantitas pembelian paling sedikit 8000 unit
Harga beli (C) = $1.70
H = $1.70 x 0.2 = $0.34
EOQ = 2 x 35 x 100000 = 4537.43 unit
(tidak feasible)
0.34
TC = 100000 x $1.70 + 0.34 x (8000/2) + 35 x (100000/8000)
= $ 171,795.5
- Kuantitas pembelian 4000 – 7999 unit
harga beli = $180
H = $1.80 x 0.2 = $0.36
EOQ = 2 x 35 x 100000 = 4409.59 = 4409.59 unit
0.36
TC = 100000 x $1.80 + 0.36 x (4409.59/2) + 35 x (100000/4409.59)
= $181,587.5
Jadi
yang dipilih adalah kuantitas pembelian 8000 unit karena memiliki total biaya
terkecil
Metode Penilaian Persediaan
Selain
metode penentuan harga pokok persediaan seperti yang telah dibahas, juga
terdapat metode penilaian persediaan yang bisa ditetapkan yaitu:
1. Metode Harga Terendah diantara Harga
Pokok dan Harga Pasar (Lower of cost or market)
2. Metode Taksiran terdiri dari :
a. Metode Laba Kotor
b. Metode Harga Eceran
1. Metode Harga Terendah diantara Harga
Pokok dan Harga Pasar (Lower of cost or market)
Metode
ini sering disebut dengan metode COMWIL ( Cost or Market price Whichever Is
Lower).Seperti halnya dengan penilaian terhadap surat-surat berharga, dalam
penilaian harga pokok persediaan ini bisa ditentukan atas dasar jenis
persediaan, kelompok persediaan atau jumlah keseluruhan persediaan.Metode ini
merupakan penyimpangan dari prinsip harga pokok yang biasanya digunakan sebagai
dasar penentuan harga pokok persediaan.
2. Metode taksiran
Kadangkala situasi tidak memungkinkan
dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk
diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan mungkin akan
terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik
persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi
dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin
menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak
bahkan habis.
Keadaan di atas mendorong dilakukan
penaksiran cost dari persediaan. Terdapat dua metode yang sering
digunakan yaitu metode laba kotor dan metode harga eceran.
a.
Metode Taksiran Laba Kotor
Ada
beberapa alasan mengapa perusahaan menggunakan metode taksiran laba kotor
didalam menentukan besarnya harga pokok persediaannya.
Alasan-alasan
tersebut adalah :
Ø Perusahaan
menghendaki penyusunan laporan keuangan jangka pendek, dimana untuk melakukan
penghitungan jumlah phisik persediaan yang ada di gudang akan memakan waktu
yang relatif lama.
Ø Dalam
hal terjadi kebakaran, pencurian atau becana alam yang mengakibatkan kerusakan
atau musnahnya sebagian persediaan yang ada di gudang,sehingga bisa di tentukan
besarnya harga pokok persediaan, baik yang tersisa atauun yang terbakar.
Harga
Pokok Persediaan ditentukan berdasarkan prosentase laba kotor penjualan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Prosentase laba kotor biasanya dihitung berdasar
atas data laba kotor periode-periode sebelumnya.
Dalam
metode ini diperlukan data-data mengenai hasil penjualan, persediaan awal,
pembelian, biaya angkut pembelian, retur pembelian dan potongan pembelian serta
prosentase laba kotor.
b.
metode taksiran harga enceran
c.
Dalam
metode ini menggunakan prosentase dari harga pokok barang yang dijual dengan
harga jual barang yang tersedia untuk dijual. Dengan demikian disamping data
mengenai harga pokok persediaan awal dan harga pokok barang yang dibeli, metode
ini memerlukan data tentang harga jual dari persediaan awal dan barang yang
dibeli.
PERSEDIAAN BARANG DAGANG
A.pengertian persediaan
Persediaan adalah barang yang
dimiliki untuk dijual atau untuk diproses selanjutnya dijual. Berdasarkan
pengertian di atas maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan
dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri
memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang
dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca.
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca.
Terdapat
macam-macam persediaan barang:
- Barang yang tersedia untuk dijual ( barang dagang/barang jadi)
- Barang yang masih dalam proses produksi untuk diselesaikan, kemudian dijual (barang dalam proses/pengolahan )
- Barang yang akan digunakan untuk produksi barang barang jadi yang akan dijual ( bahan baku dan bahan pembantu ) dalam kegiatan normal perusahaan.
Sifat-sifat persediaan diantaranya; biasanya merupakan
aktiva lancar dengan perputaran < 1 tahun, merupakan jumlah yang besar dan
memiliki pengaruh besar terhadap perubahan neraca dan laporan laba rugi.
Memperhatikan sifat persediaan maka pada akhir periode akuntansi selalu dilakukan
pemeriksaan persedian dengan tujuan mencocokkan pencatatan dengan jumlah barang
digudang, kegiatan ini kita kenal dengan istilah STOCK OPNAME.
METODE PENCATATAN PERSEDIAAN BARANG
DAGANGAN
Metode
pencatatan persediaan terkait dengan asumsi (anggapan) yang dipergunakan
untuk menentukan biaya dan urutan pengeluaran barang dagang. Metode pokok
pencatatan barang dagang dibedakan sebagai berikut.
First in First Out (FIFO)
Metode
Last In First Out (LIFO) adalah metode penilaian persediaan yang terakhir masuk
diasumsikan akan keluar atau dijual pertama kali. Metode ini memiliki konsep
yang cukup sederhana namun sulit dilaksanakan. Pengaruh penggunaan metode LIFO
terhadap penentuan laba bersih usaha, jika harga cenderung naik maka laba
perusahaan terlalu kecil atau sebaliknya.
Metode LIFO secara sistem fisik
ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit
barang yang masuk pada awal periode bila saldo fisik ternyata lebih besar dari
barang yang masuk pada awal periode maka diambilkan dari harga pokok perunit
yang masuk berikutnya. Sedangkan dengan sistem perpetual, setiap kali ada
transaksi baik pembelian maupun penjualan dicatat dalam kartu persediaan.
Metode ini menganggap bahwa barang –
barang yang lebih dahulu masuk gudang harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Penentuan harga
pokok barang adalah
barang yang pertama dibeli.
Last In First Out (LIFO)
Metode
Last In First Out (LIFO) adalah metode penilaian persediaan yang terakhir masuk
diasumsikan akan keluar atau dijual pertama kali. Metode ini memiliki konsep
yang cukup sederhana namun sulit dilaksanakan. Pengaruh penggunaan metode LIFO
terhadap penentuan laba bersih usaha, jika harga cenderung naik maka laba
perusahaan terlalu kecil atau sebaliknya.
Metode LIFO secara sistem fisik
ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit
barang yang masuk pada awal periode bila saldo fisik ternyata lebih besar dari
barang yang masuk pada awal periode maka diambilkan dari harga pokok perunit
yang masuk berikutnya. Sedangkan dengan sistem perpetual, setiap kali ada
transaksi baik pembelian maupun penjualan dicatat dalam kartu persediaan.
Average
Metode ini menggap bahwa penentuan
harga barang adalah rata – rata pembelian
barang yang
bereda waktunya.
a. Rata-rata sederhana
Dalam metode ini harga per unit
persediaan dihitung dengan cara: jumlah harga per unit setiap kali pembelian
dibagi dengan jumlah atau frekwensi pembeliaannya.
Biaya
perunit = Total harga perunit pembelian
Frekuensi pembelian
Nilai persediaan akhir =
Persediaan akhir x biaya perunit
Harga pokok penjualan =
unit yang dikeluarkan x biaya perunit
b. Rata-rata
tertimbang
Dalam
metode ini harga per unit persediaan dihitung dengan cara: jumlah total nilai
pembelian dibagi dengan total unit yang dibeli.
Biaya
perunit = Jumlah harga perunit x banyaknya unit
Banyaknya Unit
Nilai
persediaan akhir = persediaan akhir x biaya perunit
Harga pokok penjualan =
unit yang dikeluarkan x biaya perunit
Sistem
pencatatan persediaan yang lazim digunakan ada dua macam yaitu:
1.
Sistem fisik (physical inventory
system)
2.
Sistem Perpetual (perpetual
inventory system)
1. Sistem Fisik (Physical Inventory
System)
Sistem
persediaan fisik atau periodik adalah sistem dimana harga pokok penjualan
dihitung secara periodik dengan mengandalkan semata-mata pada perhitungan fisik
tanpa menyelenggarakan catatan hari ke hari atas unit yang terjual atau yang
ada ditangan. Sistem fisik digunakan untuk menentukan jumlah kuantitas
persediaan barang dan dilakukan pada akhir periode akuntansi. Cara perhitungan harga
pokok penjualan dilakukan seperti berikut ini:
Persediaan barang dagang pada awal periode Rp.
xxx
Pembelian Rp. xxx
Biaya angkut pembelian Rp. xxx
Rp.
xxx
Retur
& pot. Pembelian ( Rp. xxx )
Pembelian
bersih Rp.
xxx
Barang
tersedia untuk dijual Rp.
xxx
Persediaan
akhir periode ( Rp. xxx )
Harga
pokok penjualan Rp.
xxx
Ciri-ciri
sistem fisik atau periodik adalah sebagai berikut :
ü Pemasukan
dan pengeluaran persediaan tidak dicatat dan tidak diperhitungkan dalam
suatu catatan tertentu.
ü Pembelian
barang dicatat dengan mendebit rekening pembelian bukan persediaan barang.
ü Perhitungan
persediaan akhir sekaligus digunakan untuk perhitungan harga pokok penjualan
dengan menggunakan jurnal penyesuaian.
Sistem
ini cukup sederhana dan mudah diterapkan, tetapi kurang baik untuk pengawasan
persediaan, karena kekurangan persediaan yang hilang tidak dapat dideteksi dan
manajemen tidak memiliki alat untuk mengetahui jumlah persediaan setiap saat.
2. Sistem Perpetual (Perpetual
Inventory System)
Sistem
persediaan perpetual adalah suatu sistem yang menyelenggarakan pencatatan
terus-menerus yang menelusuri persediaan dan harga pokok penjualan atas dasar
harian. Perkiraan persediaan didukung dalam kartu-kartu pembantu persediaan
(kartu persediaan). Kartu persediaan digunakan untuk mencatat transaksi setiap
jenis persediaan, memuat nama barang, tempat penyimpanan barang, kode barang
dan kolom-kolom yang dipakai untuk mencatat transaksi adalah tanggal, pembelian
(pemasukan), penjualan (pengeluaran) dan sisa atau saldo persediaan
Ciri-ciri
pengelolaan persediaan dengan sistem perpetual adalah sebagai berikut :
ü Setiap
terjadi pembelian barang dicatat dengan mendebit rekening persediaan barang.
ü Setiap
terjadi pengeluaran barang (penjualan) dicatat mengkredit persediaan sejumlah
harga pokok penjualan.
ü Setiap
saat dapat diketahui jumlah kuantitas sisa atau saldo persediaan.
Sistem
perpetual memudahkan dalam penyusunan neraca dan laporan perhitungan laba rugi
karena penentuan persediaan akhir tidak perlu lagi menghitung fisiknya tetapi
perhitungan fisiknya tetap dilakukan untuk tujuan pengawasan terhadap
persediaan barang.
Sumber
data :
3 komentar:
kalau tentang periodik review itu gimana ya kurang referensi nih yang stokastik dengan deterministik itu gimana???
kalau tentang periodik review itu gimana ya kurang referensi nih yang stokastik dengan deterministik itu gimana???
kalau tentang periodik review itu gimana ya kurang referensi nih yang stokastik dengan deterministik itu gimana???
Posting Komentar